Friday, March 10, 2017

MERACIK KAYU LIMBAH





Tampilan atapnya biasa saja. Hanya menggunakan atap dari bahan seng. Namun kesan nyentrik dengan citarasa seni tinggi langsung terasa saat berada di depan pintu warung. Ada patung lelaki tua mengenakan blangkon baju surjan berselempang kain sarung. Di sisi lainnya ada gong besar terpajang di tiang serta dua sangkar burung perkutut yang digantangkan di samping pintu utama. Saat masuk selangkah ke dalam warung, pengunjung telah disuguhi pemandangan tak biasa. 

Sebuah tampilan gaya modern bentuk wastafel diapit tiang kayu kandang sapi khas nuansa desa. Ada pula papan dengan tulisan menggelitik Gubuk Reyot Ruang Reuni & Pertemuan. Itulah kejutan menarik saat singgah di warung bakmi Mbah Gito yang berlokasi di Jalan Nyi Ageng Nis Rejowinangun RT 29/RW 09 Peleman Depokan Kotagede Yogyakarta.
Begitu masuk ke dalam warung, suguhan bangunan seni tampak terpajang di sana-sini. Berbagai perabot khas pedesaan mulai dari peralatan pertanian hingga wayang dan gamelan tertata rapi. "Dulu bikin bangunan warung dengan konsep ini sebenarnya berangkat dari ide sederhana saja. Saya itu kan orang desa. Maka saya ingin menampilkan warung saya dengan konsep arsitektur bangunan yang nyentrik seni namun tidak menghilangkan unsur ndeso. Kemudian pertimbangan lainnya menu warung saya ini menu tradisional khas desa juga. Jadi klopnya dengan model bangunan warung nuansa ndeso," jelas pemilik warung bakmi Mbah Gito.




"Contohnya saya dulu punya kandang sapi karena waktu kecil saya memelihara sapi. Karena sekarang sudah tidak lagi memelihara sapi, maka kandang sapi daripada tidak terpakai kemudian jadi ide menarik untuk saya aplikasikan ke dalam bangunan warung. Saya punya 2 kandang, kemudian 2 kandang lainnya saya dapatkan dari Wonosari. Kayu-kayu yang  terpasang juga memanfaatkan dari kayu limbah yang sudah tidak terpakai" .
Untuk memperkuat kesan klasik dan ndesa, Sugito juga memajang lampu klasik, radio jadul hingga genta sapi. Dinding warung dari lembaran anyaman bambu juga terlihat menarik dengan pajangan beragam peralatan pertanian. Ada bajak, sabit, alat pemasah kayu, gergaji. 

"Proses pemotongan kayu butuh seni tersendiri. Pasalnya kayu-kayu ini merupakan kayu limbah yang bentuknya tak beraturan. Sebagian besar bahan kayu merupakan kayu nangka. Selain alat pertanian, di papan warung juga saya sematkan tulisan Jawa. Bahkan kendi pun saya sediakan di sini. Zaman dulu, kendi ada di setiap rumah sebagai tempat menampung air minum. Sekarang di rumah-rumah sudah jarang ditemukan kendi" .




Untuk lebih meningkatkan daya tarik bagi  pengunjung, saat malam hari seluruh karyawan warungnya yang laki-laki mengenakan blangkon dan surjan sedangkan yang perempuan mengenakan kebaya. Banyaknya pengunjung dalam setiap hari yang datang ke warungnya merupakan berkah dari jerih payah ketekunan dan ide kreatifnya selama ini. 
Bergelut di bisnis kuliner bakmi memang telah lama ditekuni Sugito sejak masih muda. Dulu sempat berhenti karena kerja di pasar Beringharjo Yogyakarta. Kemudian buka lagi. Usaha warung bakmi yang dirintisnya sejak Juli 2008, sempat hampir tutup di tahun 2011. Namun berkat kegigihan, ketekunan dan juga dukungan dari teman-teman komunitas, akhirnya Sugito mampu bangkit kembali dan meraih sukses hingga saat ini."Setiap malam minggu, di sini ada pentas seni karawitan Gito Laras. Sedangkan kalau ada event atau momentum tertentu, di sini juga saya gelar pertunjukan wayang" .

No comments:

Post a Comment