Tampilan atapnya biasa saja. Hanya menggunakan atap dari
bahan seng. Namun kesan nyentrik dengan citarasa seni tinggi langsung terasa
saat berada di depan pintu warung. Ada patung lelaki tua mengenakan blangkon
baju surjan berselempang kain sarung. Di sisi lainnya ada gong besar terpajang
di tiang serta dua sangkar burung perkutut yang digantangkan di samping pintu
utama. Saat masuk selangkah ke dalam warung, pengunjung telah disuguhi
pemandangan tak biasa.
Sebuah tampilan gaya modern bentuk wastafel diapit tiang
kayu kandang sapi khas nuansa desa. Ada pula papan dengan tulisan menggelitik Gubuk
Reyot Ruang Reuni & Pertemuan. Itulah kejutan menarik saat singgah di
warung bakmi Mbah Gito yang berlokasi di Jalan Nyi Ageng Nis Rejowinangun RT
29/RW 09 Peleman Depokan Kotagede Yogyakarta.
Begitu masuk ke dalam warung, suguhan bangunan seni tampak
terpajang di sana-sini. Berbagai perabot khas pedesaan mulai dari peralatan
pertanian hingga wayang dan gamelan tertata rapi. "Dulu bikin bangunan
warung dengan konsep ini sebenarnya berangkat dari ide sederhana saja. Saya itu
kan orang desa. Maka saya ingin menampilkan warung saya dengan konsep
arsitektur bangunan yang nyentrik seni namun tidak menghilangkan unsur ndeso.
Kemudian pertimbangan lainnya menu warung saya ini menu tradisional khas desa
juga. Jadi klopnya dengan model bangunan warung nuansa ndeso," jelas
pemilik warung bakmi Mbah Gito.
"Contohnya saya dulu punya kandang sapi karena waktu
kecil saya memelihara sapi. Karena sekarang sudah tidak lagi memelihara sapi,
maka kandang sapi daripada tidak terpakai kemudian jadi ide menarik untuk saya
aplikasikan ke dalam bangunan warung. Saya punya 2 kandang, kemudian 2 kandang
lainnya saya dapatkan dari Wonosari. Kayu-kayu yang terpasang juga memanfaatkan dari kayu limbah
yang sudah tidak terpakai" .
Untuk memperkuat kesan klasik dan ndesa, Sugito juga
memajang lampu klasik, radio jadul hingga genta sapi. Dinding warung dari
lembaran anyaman bambu juga terlihat menarik dengan pajangan beragam peralatan
pertanian. Ada bajak, sabit, alat pemasah kayu, gergaji.
"Proses pemotongan kayu butuh seni tersendiri. Pasalnya
kayu-kayu ini merupakan kayu limbah yang bentuknya tak beraturan. Sebagian
besar bahan kayu merupakan kayu nangka. Selain alat pertanian, di papan warung
juga saya sematkan tulisan Jawa. Bahkan kendi pun saya sediakan di sini. Zaman
dulu, kendi ada di setiap rumah sebagai tempat menampung air minum. Sekarang di
rumah-rumah sudah jarang ditemukan kendi" .
Untuk lebih meningkatkan daya tarik bagi pengunjung, saat malam hari seluruh karyawan
warungnya yang laki-laki mengenakan blangkon dan surjan sedangkan yang
perempuan mengenakan kebaya. Banyaknya pengunjung dalam setiap hari yang datang
ke warungnya merupakan berkah dari jerih payah ketekunan dan ide kreatifnya
selama ini.
Bergelut di bisnis kuliner bakmi memang telah lama
ditekuni Sugito sejak masih muda. Dulu sempat berhenti karena kerja di pasar
Beringharjo Yogyakarta. Kemudian buka lagi. Usaha warung bakmi yang dirintisnya
sejak Juli 2008, sempat hampir tutup di tahun 2011. Namun berkat kegigihan,
ketekunan dan juga dukungan dari teman-teman komunitas, akhirnya Sugito mampu
bangkit kembali dan meraih sukses hingga saat ini."Setiap malam minggu, di
sini ada pentas seni karawitan Gito Laras. Sedangkan kalau ada event atau
momentum tertentu, di sini juga saya gelar pertunjukan wayang" .
No comments:
Post a Comment