Monday, March 13, 2017

RUMAH MELAYU DI DESA LABASAN YOGYA

 
Jalan setapak dengan trek menanjak masih tampak basah oleh embun. Udara yang khas desa lereng Merapi menyambut ramah saat tapak kaki menginjakkan regol gerbang dengan tatanan arsitektur asri. Sebuah bangunan berbentuk joglo yang berada di samping kanan dan kiri langsung menyambut. Menariknya lagi, kedua bangunan tersebut selain kental dengan citarasa klasik juga menawarkan pemandangan arsitektur yang unik. Di sisi kanan, merupakan bangunan rumah limasan khas Demak yang bentuknya mirip dengan joglo. Sedangkan di sisi kiri, bangunan joglo dengan desain sendiri yang dikonsep tanpa menggunakan tiang tengah tampak berdiri megah.

Itulah suasana menarik saat memasuki kawasan kampung Labasan Tropical Resort yang berlokasi di Jalan Kaliurang km 17,5 dusun Paraksari Pakembinangun Pakem Sleman Yogyakarta. Kawasan ini juga merupakan perlintasan jalur wisata Candi Borobudur-wisata Kaliurang-Lava Tour Gunung Merapi-Candi Prambanan. "Bangunan joglo yang ada di samping kiri pintu masuk ini sengaja saya bikin beda karena tidak menggunakan tiang tengah. Tujuannya sederhana. Saya hanya ingin kondisi ruangan di tengah joglo jadi terlihat lapang tapi dengan desain arsitektur yang unik. Jadilah joglo ini dengan konsep bangunan tanpa menggunakan tiang tengah"

Sejarah berdirinya Kampung Labasan Tropical Resort, menurut Siti berawal dari mebel antik yang dimilikinya. "Tahun 2010, setelah Merapi meletus, saya sudah punya rumah Melayu di Jombor kemudian saya pindahkan ke sini. Dulu kawasan ini awalnya masih berupa persawahan dengan luas lahan sekitar 1200 m2"


Destinasi Wisata

Sangat pas jika kawasan Kampung Labasan Tropical Resort ini sebagai Miniatur Indonesia. Pasalnya, beragam rumah arsitektur klasik khas dari berbagai daerah ada di sini. Selain rumah limasan Demak dan Melayu, ada juga rumah Kudus, rumah Badui hingga rumah Jineman. Selain konsep resto, Kampung Labasan Tropical Resort juga merupakan destinasi wisata yang meracik pariwisata dan edukasi berbasis alam dan tradisi dalam satu kemasan wisata yang berbeda.

Saat masuk ke dalam kawasan, udara sejuk khas pegunungan berpadu suara gemericik air membuat siapa pun saja akan betah berlama-lama. Di tengah kawasan, sebuah kolam dengan air bening bertabur pemandangan ratusan ikan berenang gesit saling berkejaran. Samping kolam ada jalan setapak yang di pinggirnya terdapat beberapa gazebo dan pergola. Jalan setapak itulah yang jadi jalur utama berkeliling kawasan untuk menikmati berbagai keindahan rumah-rumah tradisional dari berbagai daerah di Indonesia.

Pandangan pertama melintasi jalan setapak, tampak sebuah rumah khas Melayu. Seluruh bangunannya dari bahan kayu. Menurut paparan Siti, rumah Melayu ini memang asli rumah miliknya yang ia boyong dari Lampung. "Rumah ini dulunya kena gempa kemudian mengalami perbaikan sebagian.Kayu untuk rumah Melayu ini dari jenis kayu keras yang dikenal dengan nama kayu besi. Karakter khas dari rumah Melayu itu pada sisi relief, teras dan juga interiornya".

Setelah rumah Melayu, di sampingnya tampak sebuah rumah Kudus yang dikelilingi kolam disusul di sampingnya lagi rumah khas Badui. Untuk membuat rumah Badui, lanjut Siti idenya mengalir saja. Dari gambar kemudian dimintakan kepada tukang untuk mengaplikasikan wujud bangunannya. "Rumah Badui itu ciri khasnya atapnya meruncing. Aslinya bentuk rumah Badui mengarah ke bentuk lumbung padi. Namun di sini, kondisi atap saya ubah tidak lagi seperti versi aslinya tetapi saya gunakan atap genting".

Kemudian bangunan unik lainnya yakni rumah Jineman, Rumah ini filosofinya lumbung padi, rumahnya Dewi Sri. Kemudian karena di Jawa, maka rumah Jineman kami torehkan warna-warna khas kraton yakni kuning, hijau.

No comments:

Post a Comment